Wednesday, July 6, 2011

KEPERCAYAAN TENTANG NUR MUHAMMAD ATAU HAKIKAT MUHAMMAD DAN WIHDATUL WUJUD

Mustahil bagi kita untuk memahami apa yang dimaksud oleh orang-orang tasawwuf dengan ucapan mereka tentang "Hakikat Muhammadiyyah" atau "Nur Muhammad", kecuali dengan mengetahui aqidah mereka. Teori tasawwuf filosofis pada abad ke tiga belas Masehi telah sampai pada pendapat yang menyatakan bahawa Allah ialah wujud yang berdiri ini, yang telah diperbaharui, yang berubah, maka Dia adalah langit, bumi, arsy, kursi, malaikat, manusia, haiwan, dan tumbuh-tumbuhan. Dan dia itu lah yang azali dan abadi.

Maha Suci Allah, jauh dari ucapan mereka (sufi filosofi), Dia Maha Tinggi dan Maha Besar.

Mereka berbeza-beza dalam ucapannya. Kadang mereka katakan Dia itu roh yang berjalan di dalam hal-hal yang wujud, dan mereka menyerupakan ini dengan dua hal yang berjalan bahawa Dia itu seperti aroma bunga dalam bunga, dan adanya roh dalam jasad yang hidup.

Dan kadang-kadang mereka mengatakan, nafsu wujudil maujudat (adanya makhluk itu sendiri) ialah wujud Allah. Maka tidak ada dua dalam wujud, pencipta dan makhluk, tetapi makhluk itu sendiri adalah pencipta itu. Dan pencipta itu sendiri adalah makhluk itu.

Kepercayaan batil yang demikian itu disebarkan kepada manusia oleh pembesar-pembesar tasawwuf dari ahli zindiq dan mulhid (murtad) seperti Ibnu 'Arabi, Al-Hallaj, Al-Jili, Ibnu Sab'ien, dan orang-orang yang mencontohi mereka. Orang-orang sufi itu dalam kitab-kitab mereka mengingkari orang yang bersaksi bahawa Allah Ta'ala itu adalah Tuhan yang Berdiri dengan SendiriNya Yang Maha Sempurna di atas Arsy yang Dia ciptakan. Dan itulah yang menjadi keyakinan ummat Islam tentang Allah SWT. (Al-Fikrus Shufi, hal 175).

Ibnu 'Arabi dalam kitabnya, At-Tajalliyyaat, mengaku bahawa ia bertemu dengan tokoh-tokoh tasawwuf terdahulu dalam Barzakh (kubur) dan membincangkan dan membantah kepada mereka dalam hal aqidah Tauhid mereka (Iaitu Allah di atas Arsy dan mencipta makhluk), dan Ibnu Arabi menjelaskan, menyalahkan dan memberitahukan kepada mereka pada puncaknya bahawa laa maujud illallaah, (tidak ada yang wujud kecuali Allah), wa annallaaha wal 'abda syai'un waahid, (dan sesungguhnya Allah dan hamba itu adalah sesuatu yang satu). Dan mereka semuanya mengakui itu, semua itu ada di kitab At-Tajalliyyaat. (Al-Fikrus Shufi, hal 176).

Yang penting, orang-orang tasawwuf itu menukil/ mengutip kepercayaan wihdatul wujud (bersatunya makhluk dengan Tuhan) dari falsafah Platonisme, dan mereka mempercayai dan menjadikannya sebagai hakikat sufisme dan sirril asror (rahsianya rahsia), dan itulah aqidah pengikut Islam menurut pengakuan mereka.

Orang-orang Sufi mengutip pendapat para filosofis dalam teori mereka mengenai awal penciptaan. Para filosofi kuno mengatakan "bahawa awal penciptaan itu adalah haba'/ debu (atom), dan pertama-tama yang wujud itu adalah "akal awal" yang dinamakan "akal kreator" (akal fa'aal). Dan dari "akal awal" ini tumbuh alam atas, langit-langit dan bintang-bintang, kemudian alam bawah... dst. (Al-Fikrus Shufi, hal 176).

Teori falsafah kuno ini kemudian pada masa Ibnu Arabi (abad 13 M) ia mengutip sendiri dari pemikiran sufi tetapi diganti lafaz, "akal fa''aal" yang disebutkan filosofis kuno itu ia sebut "Haqiqat Muhammadiyyah" (Hakikat Muhammad). Maka sangkaan filosofi bahawa awal kejadian itu adalah haba'/ debu (atom) --ucapan filosofis sendiri-- lalu Ibnu 'Arabi menyebutnya awal kejadian itu adalah "hakikat Muhammad", dan menurut ungkapan Ibnu Arabi, awal ta'yinaat (awal kejadian yang dibentuk dari atom). Ibnu Arabi berpanjang kalam dalam hal ini, dan ia mengatakan bahawa "Hakikat Muhammadi" ini lah yang bersemayam di atas arsy Tuhan. Dan dari nur (cahaya) dzat inilah Allah menciptakan makhluk semuanya setelah itu. Maka malaikat, langit, dan bumi semuanya itu diciptakan dari Nur Dzat yang pertama, iaitu Dzat Muhammadi, menurut Ibnu Arabi, dan "aqal fa''aal" menurut pemikiran filosofis.

Demikianlah, Ibnu Arabi mampu memindahkan barang murahan dan khayalan falsafah yang sakit, ke dunia Muslimin dan ke aqidah ummat Islam. Bahkan Ibnu Arabi menjadikan aqidah ilhadiyah (murtad, anti Tuhan) sebagai aqidah asas/pokok dasar yang untuk tempat berdirinya pemikiran sufi seluruhnya setelah itu.

Dari rekaan sufi mulhid (murtad) itulah maka kita tahu apa yang dimaksud oleh orang sufi falsafah tentang wihdatul wujud, bahawa menurut mereka Allah bukanlah Dzat yang nanti dilihat oleh orang-orang Mu'min di akhirat dan bersemayam di atas Arsy. Tetapi Allah menurut mereka hanyalah wujud (alam) ini sendiri dengan seluruh tingkatan dan pertentangannya. Maka Allah menurut mereka adalah adanya wujud malaikat, syaitan, manusia, jin, haiwan, dan tumbuh-tumbuhan.

Pengarang Al-Fikrus Shufi berkomen, apabila kita telah tahu hakikat teori falsafah kafir yang dipindahkan oleh orang tasawwuf mulhid (murtad) ke dalam Islam ini maka kita tahu setelah itu, apa yang dimaksud orang sufi tentang perkataan mereka mengenai " Hakikat Muhammadi" yang bersemayam di Arsy, dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai makhluk pertama sebelum adanya alam seluruhnya. Dan dialah yang bersemayam di atas Arsy. Dan dari Nur Muhammad SAW itu Allah menciptakan seluruh alam, setelah itu, iaitu langit-langit, bumi, malaikat, manusia, jin, dan seluruh makhluk. Maka " Hakikat Muhammadi", menurut tuduhan mereka adalah bentuk sempurna yang baru bagi Dzat Tuhan yang tidak terlihat dengan dzatnya dan tidak terpisahkan dari wujud ini... Maka Nabi Muhammad SAW menurut Ibnu Arabi dan syaikh-syaikh tasawwuf yang datang setelahnya, dialah Allah yang Mutajalli di atas Arsy, atau --katakanlah-- dia (Muhammad SAW) itu Allah yang dikecilkan (dalam bentuk kecil). Dan kepada dialah, kejadian segala makhluk yang ada ini bertumpu padanya, dan segala cahaya terbelah darinya, dan segala alam, dan segala yang ada...

Dan Muhammad SAW itulah biji pertama bagi seluruh yang ada, maka dia seperti biji bagi pohon, dari biji itulah kemudian ada pokok, cabang, daun, buah, dan duri-duri. Maka demikian pula permulaan yang ada itu dengan adanya Muhammad SAW kemudian dari nurnya (Nur Muhammad) itu diciptakan Arsy, kursi, langit-langit, bumi, Adam dan keturunannya, dan cabang-cabang makhluk dan setelah itu beransur-ansur adanya makhluk-makhluk yang diciptakan dari Nur Nabi Muhammad SAW. Maka semua yang ada ini menurut aqidah tasawwuf adalah sesuatu yang satu yang bercabang-cabang dari asal yang satu, atau katakanlah pohon yang satu yang bercabang-cabang dari biji yang satu. (Al-Fikrus Shufi, hal 178).

Dari berbagai huraian itu dapat disimpulkan, kepercayaan sufisme mengenai Nabi Muhammad SAW ada tiga tingkat:

1. Orang-orang yang berpendapat dengan wihdatil wujud, menganggap bahawa Allah adalah dzat alam yang ada (dzatul maujudat), maka mereka menjadikan Rasul sebagai makhluk pertama. Lalu dari dia (Rasul) lah muncul makhluk semuanya, dan dia (Rasul) itulah tuhan yang bersemayam di atas Arasy. Inilah kepercayaan Ibnu Arabi dan orang-orang mencontohi dia (yang telah dikafirkan banyak ulama).

2. Orang-orang yang mengatakan bahawa Nur Muhammad adalah awal yang ada secara benar-benar (fi'lan), dan darinyalah terbelah cahaya-cahaya dan diciptakan makhluk semuanya. Tetapi mereka tidak mengatakan bahawa dzat rasul bersemayam di atas Arsy.

3. Orang-orang yang mengatakan bahawa Nur Muhammad adalah awal yang ada dan dialah yang paling mulia-mulianya makhluk, dan kerana dialah Allah menciptakan alam seluruhnya, tanpa mereka jelaskan bahawa alam-alam telah dibuat dari nurnya, mereka hanyalah mengatakan diciptakan alam ini karena Nur Muhammad. (Al-Fikrus Shufi, hal 180-181).

Tasawwuf terpengaruh falsafah kuno dan kepercayaan Nasrani

Tidak diragukan lagi bahawa orang-orang tasawwuf yang percaya seperti itu mengenai Rasululah SAW, mereka bukan hanya terpengaruh oleh teori filosofis-filosofis kuno tentang teori penciptaan dan pendapat mereka bahawa ciptaan awal itu dengan haba' / debu (atom), dan akal pertama, atau akal fa''aal (akal kreator)... tetapi mereka (orang tasawwuf) juga terpengaruh oleh apa yang dikatakan orang-orang Nasrani mengenai Nabi Isa. Dan tidak diragukan lagi bahawa teori Nasrani mengenai Al-Masih itu terpengaruh pula dengan pendapat falasifah dalam hal "akal fa''aal" (akal kreator).

Orang-orang tasawwuf telah dapat mengambil alih teori ini walaupun diambil dari kesamarannya secara falsafah, dan sulitnya mendalili dengan dalil mantiq (logika) yang dapat diterima akal, dan dengan keringnya teori ini dari aqidah Islam yang jelas lagi mudah.

Walaupun demikian , namun orang tasawwuf dapat menjadikan kepercayaan (sesat dan syirik) ini menjadi akidah orang awam dan kebanyakan kaum Muslimin. Yang demikian itu kerana dibuat ungkapan-ungkapan yang mudah, dan dalam syair yang mudah diucapkan dengan cepat seperti ucapan mereka:

"Laulaaka laulaaka maa kholaqtul aflaak!! (Seandainya tidak karena kamu (Muhammad), seandainya tidak karena kamu (Muhammad) pasti Aku tidak menciptakan planet-planet/ alam ini). (Al-Fikrus Shufi, hal 192).

Para muballigh di Indonesia, terutama orang sufi, hampir boleh dipastikan, mereka selalu mempidatokan bahkan mengkhutbahkan hadits palsu (laulaaka...) tersebut, dengan mereka sebutkan sebagai Hadits. Lebih-lebih di bulan Rabi'ul Awwal, atau ketika mereka memperingati Maulid Nabi SAW, suatu acara yang asalnya buataan kaum Syi'ah itu. Pernah penulis menegur khatib yang berkhutbah membawakan hadits palsu tersebut pada tahun 1419H/1998M di suatu Masjid berhampiran rumah di Jakarta, hingga tahun berikutnya, alhamdulillah dia tidak mengemukakannya lagi.

Ahli Hadits Syeikh Nasiruddin Al-Albani rahimahullah (wafat Jumadil Akhir 1420H) menjelaskan, "Laulaaka lamaa kholaqtul aflaak itu statusnya adalah hadits maudhu' (palsu). As-Shaghani menyatakannya dalam kitab Al-Ahaditsul Maudhu'ah (Hadits-hadits palsu) halaman 7. Ibnu Asakir juga meriwayatkan hadits serupa yang telah dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Maudhu'at (hadits-hadits palsu) seraya memastikan sebagai hadits maudhu' (palsu).

kepastian Ibnul Jauzi tersebut juga ditetapkan dan diakui oleh As-Suyuthi dalam kitab al-La'ali I/ 272. (Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terjemah Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', Gema Insani Press Jakarta, Jilid I, Hadits Nomor 282, halaman 229-230).

Syeikh Abdur Rahman Abdul Khaliq mengemukakan: "pernah saya berkhutbah di masjid Nabawi (Madinah) pada sekitar tahun 1381M/1960M menjelaskan aqidah yang wajib mengenai Rasul SAW. Lalu seorang jama'ah haji yang sudah tua berdiri kepadaku dan berkata padaku: "Bukankah Allah Ta'ala berfirman: "Laulaaka laulaaka maa kholaqtul aflaak". Maka aku jawab padanya: "Ini (laulaaka...) bukan ayat Al-Quran, dan juga bukan hadits, sedangkan kepercayaan (yang terkandung pada)nya itu adalah syirik billah (menyekutukan Allah)!!" Lihatlah bagaimana kepercayaan (batil, kufur, sesat dan syirik) ini berjalan pada lisan-lisan manusia dengan ucapan sajak yang dikira oleh orang awam sebagai Al-Quran, padahal bukan. (Al-Fikrus Shufi, hal 194).

TASAWUF BELITAN IBLIS
H Hartono Ahmad Jaiz


islamic media infoibnuisa.files

banksufi.blogspot.com


Artikel berkaitan:

0 comments:

Post a Comment